Sebagai negara kepulauan yang memiliki banyak laut, selat, gunung membuat wilayah Indonesia rawan bencana serta beresiko terjadi guncangan gempa maupun letusan gunung api aktif. Pekan lalu kita mendengar kabar Cianjur dilanda gempa, disusul beberapa gempa dari daerah lain.
Ternyata menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sejak awal tahun sampai awal November 2022 sudah sekitar 3286 kejadian seIndonesia. Sehingga disimpulkan dalam sehari minimal 1 kali kejadian bencana alam terjadi.
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya mitigasi dan penanganan. Siapa saja bisa menjadi korban termasuk penyandang disabilitas dan OYPMK. Meski telah ada rencana mitigasi untuk kelompok disabilitas, tetap perlu pengawasan berbagai pihak dalam pelaksanaannya.
Kondisi Umum Indonesia yang Rawan Bencana.
Narasumber pertama adalah Drs. Pangarso Suryotomo yaitu Direktur Direktorat Kesiapansiagaan BNPB. Beliau memaparkan bahwa sepanjang tahun 2022, total korban 542 orang meninggal.
Indonesia menduduki 10 besar jumlah korban tewas karena bencana. Maka, bagaimana caranya walau negara kita rawan bencana namun tetap diusahakan supaya korbannya juga tidak banyak. Pada gempa Cianjur kemarin ada 56.000 orang yang diungsikan. Dibutuhkan kerjasama baik dari pemerintah daerah, relawan, pemerintah pusat dan lapisan masyarakat lain.
Dalam peraturan pemerintah, disebutkan bahwa hak disabilitas ada tiga yaitu pertolongan, partisipasi dan perlindungan. Mereka ternyata tidak suka jika dijadikan obyek semata, jadi perannya bisa membantu beri info akses fasilitas untuk disabilitas sebab bencana dapat menimbulkan disabilitas baru. Selain itu, para teman disabilitas dapat membantu dalam pengumpulan data korban disabilitas maupun OYPMK.
Mitigasi untuk disabilitas, sementara dilakukan lewat komunitas. Sebab yang dapat berkomunikasi dengan disabilitas itu pasti sesama disabilitas.
Faktor keselamatan pada saat bencana ada pada diri sendiri, keluarga, lingkungan. Sehingga di tingkat desa ada istilah desa tanggap bencana untuk mengedukasi soal langkah-langkah yang diperlukan.
Pak Pangarso menyarankan download aplikasi Inarisk Personal di playstore. Di sana lengkap informasi soal mitigasi bencana. Wilayah rawan di sekitar kita dan lainnya.
Sudut Pandang OYPMK dan Disabilitas yang Menjadi Korban Bencana
Narasumber kedua adalah Bejo Riyanto, Ketua Konsorsium Peduli Disabilitas dan Kusta (PELITA). Beliau menceritakan pengalamannya saat gempa Bantul tahun 2006, lokasi tempat tinggal beliau hanya berjarak 1km sehingga hampir semua rumah di wilayah mas Bejo hancur.
Terkait pengetahuan tentang kebencanaan atau persiapan bencana, masyarakat disabilitas masih awam mereka taunya lari menyelamatkan diri. Trauma membayangi selama dua tahun dan termasuk persiapan menghadapi gempa mas Bejo tidak berani menutup pintu rumahnya agar saat gempa bisa langsung keluar rumah.
Perlu diingatkan pada masyarakat kita secara rutin bahwa kawasan negara Indonesia ini memang rawan bencana sehingga perlu terus waspada dan penuh persiapan.
Sebagai penyintas kusta, mas Bejo merasa punya tugas besar bagaimana terus menyiarkan informasi bahwa diskriminasi terhadap penderita kusta itu tidak perlu. Sebab ketika mereka dinyatakan sembuh atau telah rutin meminum obat maka penularan sangat bisa diminimalisir.
Hal ini bermanfaat saat terjadi mitigasi bencana alam, dengan kondisi pengungsian sempit tidak mungkin memilah siapa yang boleh tinggal dan tidak sebab semua adalah korban.
Kesimpulan
Proses mitigasi bencana untuk warga normal atau disabilitas sebenarnya tidak jauh berbeda. Hanya saja untuk disabilitas perlu peran serta komunitas yang dapat berkomunikasi secara lancar dengan korban sehingga penanganannya akan tepat.
Pemerintah setempat perlu rutin memberi edukasi soal persiapan menghadapi bencana atau dapat install langsung aplikasi Inarisk Personal di handphone untuk info lebih lengkap.
Komentar
Posting Komentar