BERAPA HARGA CINTAMU?
Berapa Harga Cintamu
Genre : Fiction
Author : Cepi Komara atau Ceko Spy
Rating : 3 of 5
Nama Ceko Spy ternyata singkatan dari Cepi
Komara yang suka dengan Spiderman. Menulis cerpen sejak SMP. Bahkan kelas 5 SD
sudah menciptakan lagu.
Terinspirasi membuat puisi dari berbagai kejadian sehari–hari. Pernah menulis puisi “bertemu dengan Suryani lagi” karena Suryani adalah
cinta monyetnya dan Ceko merasa bersalah mengganggu sampai membuat si gadis
menangis.
Tapi kemudian kita akan dibuat tertawa membaca kisahnya dalam pembuatan puisi O… cinta karena begitu banyak istilah tersembunyi.
Tapi kemudian kita akan dibuat tertawa membaca kisahnya dalam pembuatan puisi O… cinta karena begitu banyak istilah tersembunyi.
Inilah, buku
antologi puisi unik. Keunikannya terdapat pada “Fakta di balik Puisi” yang
terletak di bagian akhir. Kita bisa tahu cerita-cerita penulis saat membuat
puisi hingga terkumpul menjadi satu dan diberi judul “Berapa Harga Cintamu”
(BHC). Entah “Fakta di balik Puisi” disebut pemborosan atau kelebihan buku.
Memang jika ditilik lagi, penulis mestinya bisa meringkas cerita–cerita
tersebut dalam 4 atau 5 halaman dan akan berpengaruh terhadap harga jual. Tahun
2005, sebuah buku apalagi buku puisi harga Rp 22.500 sudah tergolong mahal.
Hanya mereka yang menjadi penggemar Ceko akan rela merogoh kocek lebih.
Selain harga, kendala terletak di sampul atau cover, latar ungu cukup manis disertai
gambar wanita berjilbab tapi warna hurufnya kenapa juga ikut-ikutan ungu. Kurang
atraktif.
Lebih jreng tulisan “Berapa Harga” mengikuti warna “Cintamu”. Merah. Menarik mata setiap pengunjung toko buku.
Lebih jreng tulisan “Berapa Harga” mengikuti warna “Cintamu”. Merah. Menarik mata setiap pengunjung toko buku.
Kalau cerpen terbagi dua jenis,
cerpen dengan bahasa kiasan, mendaki-daki dan cerpen pop yang bahasanya lebih
membumi, mungkin puisi juga bisa seperti itu. Puisi-puisi Ceko termasuk
golongan ringan. Tidak ada yang salah. Menarik malah.
Ceko yang masih 18 tahun
menemukan aliran tersendiri. Remaja seusianya tentu menikmati puisi miliknya.
Diksi–diksi lucu.
Cenderung seperti lirik lagu. Remaja bisa menemukan puisi bukanlah sesuatu yang berat dipahami. Coba tengok puisi berjudul Rasa Cinta
Cenderung seperti lirik lagu. Remaja bisa menemukan puisi bukanlah sesuatu yang berat dipahami. Coba tengok puisi berjudul Rasa Cinta
Cinta berasa manis,
Jika kekasih berpuitis dan
romantis
Hubungan pun kan berlanjut lebih harmonis
Cinta terasa
kecut,
Bila kekasih mendadak jadi pengecut
Ragu dan takut membuat asmara
tak terajut.
Ceko sangat kreatif memainkan diksi. Remaja yang membacanya
mungkin akan meniru kata–kata dalam “Rasa Cinta” sebagai pemanis SMS dikirim
ke kekasih atau orang–orang terdekat. Padahal dia sedang tidak merasa jatuh
cinta saat menulis ini. Justru bad mood.
Apa yang dikerjakan Ceko merupakan
tantangan. Bagaimana membuat puisi indah agar menang lomba namun suasana hati
tidak mendukung.
Sebagai penulis, dia mampu menempatkan diri dan mengelola pikiran layaknya orang sedang kasmaran.
Sebagai penulis, dia mampu menempatkan diri dan mengelola pikiran layaknya orang sedang kasmaran.
Yang satu miskin, yang satu
melarat/ yang satu hitam, yang satu gosong/ yang satu jelek, yang satu
ancur//
Yang satu sok gaul, yang satu sok ngartis/ yang satu egois, yang satu
sinis/ yang satu bodoh, yang satu tolol//
Itu adalah petikan puisi
lainnya berjudul Dua Sahabat. Ceko benar–benar mendobrak aturan. Kebanyakan
remaja menulis puisi untuk sahabat tentu diambil sifat–sifat terbaiknya,
mengingat kenangan indah.
Namun, dia malah menunjukkan kedekatan dengan mengolok–olok yang sifatnya bercanda. Dia menggunakan olok–olok karena sang sahabat adalah teman paling mengerti saat penulis kesusahan.
Namun, dia malah menunjukkan kedekatan dengan mengolok–olok yang sifatnya bercanda. Dia menggunakan olok–olok karena sang sahabat adalah teman paling mengerti saat penulis kesusahan.
Masih ada 43 puisi
dalam “Berapa Harga Cintamu” yang bisa membuat pembaca tertawa, merasa syahdu,
hampa, sedih, dll. Cocok diberikan sebagai kado orang terkasih.
Maka seperti kata penerbit menulis bukan hanya ekspresi, aktualisasi diri, atau berkontribusi untuk masyarakat. Lebih dari itu, menulis adalah belajar memaknai hidup, juga belajar mendidik diri. Ceko telah membuktikannya.
Maka seperti kata penerbit menulis bukan hanya ekspresi, aktualisasi diri, atau berkontribusi untuk masyarakat. Lebih dari itu, menulis adalah belajar memaknai hidup, juga belajar mendidik diri. Ceko telah membuktikannya.
Komentar
Posting Komentar